Wednesday, October 27, 2010

WE KNOW NOTHING WE KNOW ANYTHING

Segalanya dimulai dari nol. Semua aktifitas yang kita lakukan dimulai dari ketidaktahuan, tidak tahu apa maksudnya, tidak tahu apa hasilnya, dan lain-lain. Dari ketidaktahuan tersebut maka akan muncul suatu rasa ingin tahu. Dari situ, muncullah suatu proses yang disebut pembelajaran. Setelah kita belajar, maka kita akan mengetahui bagaimana caranya, bagaimana metodenya, bagaimana melakukannya, dan lain-lain.

Dalam proses pembelajaran ini, kita mencari ilmu. Tidak hanya ilmu secara teori, tapi praktikal yang disebut keahlian atau skill.


Dari mulai kita hadir di dunia ini, kita sudah mulai belajar. Kita belajar beradaptasi dari yang sebelumnya kita tinggal di rahim ibu lalu harus menyesuaikan diri dengan keadaan di dunia. Dalam setahun atau dua tahun berikutnya, kita lewati dengan belajar mengenali wajah orang tua dan keluarga. Belajar merangkak, berjalan, berbicara, dan lain-lain.


Saat berumur lima tahun, kita mulai mengenyam pendidikan non formal seperti playgroup atau taman kanak-kanak. Setelah itu pendidikan formal SD, SMP, SMA dan mungkin ditambah dengan pendidikan non formal seperti kursus bahasa, seni, dan lain-lain.


Saat kita beranjak dewasa, kita belajar untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Proses belajar ini tidak akan selesai. Karena saat kita memulai sebuah keluarga, kita harus belajar untuk saling memahami pasangan. Saat kita menjadi orang tua, kita harus mengajarkan kebaikan pada anak kita. Bahkan pada masa tua pun kita masih harus tetap belajar.


Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ilmu adalah cahaya”. Seperti yang kita tahu, cahaya adalah penerang dalam kegelapan. Begitu juga keadaan kita yang masih belum tahu apa-apa. Jika diibaratkan, saat kita mulai mempelajari sesuatu yang sama sekali tidak kita bisa atau tahu sebelumnya, kita bagai berada dalam sebuah terowongan panjang yang gelap gulita. Saat kita belajar, maka ada seberkas cahaya diujung sana yang menandakan jalan keluar dari terowongan gelap tersebut. Namun, seberkas cahaya saja tidak cukup untuk membantu kita keluar dari terowongan yang gelap. Kita membutuhkan sebuah penunjuk jalan atau arah. Maka dari itu, saya menyebut bahwa ilmu adalah cahaya sekaligus penunjuk arah bagi kita semua.


Seperti yang saya kutip dari Wikipedia, “Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia”.


Secara sadar maupun tidak sadar, kita haus akan ilmu. Kita membutuhkan ilmu untuk bisa melakukan sesuatu. Kita bersekolah pun untuk mendapatkan ilmu. Bukan hanya sekedar untuk mendapat nilai. Di sekolah, misalkan saat guru bertanya kita pun harus punya ilmu dasar untuk menjawab. Walaupun sekolah adalah tempat belajar dan dalam proses pembelajaran kesalahan itu wajar, tapi bukan berarti kita bisa menjawab dengan bebas tanpa tahu ilmu dasarnya. Setelah murid menjawab dan bila jawaban tersebut salah, maka tugas guru adalah mengoreksi. Jika jawaban sudah benar tapi masih kurang lengkap, maka tugas guru pula untuk melengkapi. Proses belajar mengajar di dalam kelas tidak hanya bersumber dari guru. Bisa juga sesama teman saling mengajari. Jadi, ilmu bisa didapat oleh siapa saja.

Sampai saat ini mungkin masih banyak yang bermalas-malasan saat sekolah maupun kuliah. Mereka, dan kadang saya juga berpikir seperti mereka, berpikir bahwa sekolah dan kuliah hanya sebagai formalitas. Karena setelah sekolah dan kuliah, kita dituntut untuk bisa unjuk gigi di dunia kerja. Sedangkan sekarang ini kita semakin sering mendengar kisah sukses seseorang yang tingkat pendidikannya tidak tinggi, atau mungkin tidak lebih tinggi dari kita. Tapi ada satu atau mungkin banyak hal yang mereka, dan kadang juga saya, lupa. Mereka yang sukses mempunyai skill yang kuat. Mungkin skill mereka memang bukan di bidang akademis, tetapi di bidang lain sehingga luput dari pengamatan kita. Mereka juga biasanya mempunyai niat dan usaha yang gigih. Sehingga perpaduan dari ilmu atau skill dan usaha akan menciptakan suatu kesuksesan.


Seperti yang saya bilang tadi, belajar tidak hanya lewat sekolah. Masih banyak hal yang bisa dijadikan sebuah tempat untuk belajar, misalnya adalah pengalaman. Saat kita sukses, kita terus belajar agar dapat mempertahankan kesuksesan. Disaat kita gagal, itu artinya kita harus belajar dan berusaha lebih keras lagi agar apa yang kita inginkan tercapai. Orang kaya harus belajar berbagi kepada sesama. Sedangkan orang yang kurang mampu harus belajar agar berusaha lebih keras lagi untuk bisa mencukupi kebutuhan.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan melapangkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk menghormati penuntut ilmu karena merasa ridha terhadap apa yang mereka perbuat. Orang yang alim pasti akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi, bahkan oleh ikan yang ada di dalam air sekalipun. Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang rajin beribadah (tanpa ilmu) seperti keutamaan bulan purnama apabila dibandingkan dengan semua bintang-bintang. Para ulama itu adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mendapatkan bagian warisan yang sangat banyak.” (HR. Ahmad dan Ash-habu Sunan, lihat Sahihul Jami’, V/302).

Sumber: http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/02/ilmu-adalah-anugerah/



Setelah membaca kutipan diatas, semakin menambah poin plus terhadap ilmu. Orang yang berilmu akan diutamakan oleh Allah SWT. Mereka dimuliakan.

Sesungguhnya ilmu bisa membuat kita hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Karena dengan berilmu, semua permasalahan di dunia bisa kita atasi. Jika semua orang berilmu, mungkin tingkat kejahatan juga akan berkurang. Semua orang pasti menginginkan dirinya sukses di dunia dan mulia di akhirat.


Al-Hasan rahimahullah (wafat th. 110 H) berkata, ”Yang dimaksud kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah, dan kebaikan akhirat adalah Syurga”. Sedangkan Ibnu Wahb (wafat th.197 H) rahimahullah berkata, ”Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata ”Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah syurga”



Perhatikanlah bagaimana para ulama memegang ilmu sebagai sumber kebaikan di dunia,yang dengannya dapat diraih pula kebaikan di akhirat berupa syurga.Karena itu, hal utama yang harus kita lakukan untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah dengan terus menerus mengejar ilmu dengan mengikhlaskan niat karena Allah Ta’ala.Ilmu yang dimaksud adlah ilmu yang bermanfaat.

Imam Ibnu Rajab (wafat th.795 H) rahimahullah mengatakan bahwa ”Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal : Pertama, mengenal Allah Ta’ala dan segala pa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskaan adanya pengagungan, rasa takut,cinta,harap,dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan segala musibah yang Allah Ta’ala berikan.

Kedua, mengetahui segala apa yang dibenci dan dicintai Allah Azza wa Jalla dan menjauhi apa yang dibenci dan dimurkai olehNya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin. Hal ini emengharuskan orang yang mengetahuinya untukbersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan kedua hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat.


Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap dalam hati maka sungguh, hati itu akan tunduk dan meras patuh pada Allah Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit dari keuntungan dunia yang halal.


Rasululah Salallahu Allaihi Wasallam mendoakan orang-orang yang mendengarkan sabda beliau dan memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau bersabda : ”Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadist dari kami, lalu menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun dia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih pada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang tidak dapat dpungkiri hati seorang muslim selama-lamanya: melakukan sesuatu dengan ikhlas karena Allah, menasehati ulul amri (penguasa) dan berpegang teguh pada jama’ah kaum muslimin,karena do’a mereka meliputi orang-orang yang berada dibelakang mereka.



Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya,menjadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang tealah ditetapkan baginya.” (Hadist Shahih diriwayatkan oleh Ahmad (V/183), ad-Darimi(I/75), Ibnu Hibban (no 72,73-Mawarid), Ibnu’Abdil Barr dalam Jaami’Bayaanil’Ilmi wa Fadhlihi(I/175-176,no.184),l afazh hadist ini milik Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Aban bin ’Utsman radhiyallahu’anhum)



Israil bin Yunus (wafat th.160 H) rahimahullah mengatakan, ”Barangsiapa menuntut ilmu karena Allah Ta’ala, maka ia mulia dan bahagia di dunia. Dan barangsiapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia merugi di dunia dan akhirat.



Dan diantara doa yang Rasulullah ucapkan adalah : ”Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat,rizki yang halal, dan amal yang diterima.






Saya pernah mendengar seseorang yang mengatakan bahwa kita harus meniru seekor ulat. Mungkin bagi sebagian orang, ulat adalah binatang yang menjijikan. Tapi kita tahu bahwa ulat akan melewati suatu proses yang disebut metamorfosis yang akan mengubah dirinya menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Begitulah seharusnya kita. Hidup itu harus ada perubahan. Jika dulu kita adalah seekor ulat, maka kita harus melalui proses metamorfosis atau proses pembelajaran agar kita bisa menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Jika diibaratkan sebuah komputer, kita harus melakukan upgrade setiap ada update terbaru dari sebuah aplikasi. Gunanya adalah agar bisa merasakan fitur terbaru dari aplikasi tersebut. Kita juga bisa membandingkan antara versi yang baru dengan versi yang lama.



Tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam hidup ini. Karena hidup dan kehidupan terus berjalan. Apa yang menimpa, apa yang terjadi dan apa yang sudah menjadi “bubu”, itu semua pasti ada hikmahnya.

Bahkan dalam Islam sendiri ada sebuh tuntunan yang disampaikan oleh Rosul kita nabi kita Muhammad saw. Dengan hadistnya yang artinya “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)” (HR. Ibnu Majah). Kenapa kita tidak boleh berhenti belajar? dengan belajar kita akan tahu antara yang boleh dan tidak boleh, jadi belajar memang wajib untuk kita.

Setelah kita sekolah dari TK, SD, SMP, SMU, Kuliah. Apakah kita masih perlu belajar? Memang sih sekolah-sekolah formal udah kita laksanakan tapi yang namanya belajarkan bukan cuma yang formal aja. Bahkan untuk makan aja kita mesti belajar. Bagaimana adab orang makan, bagaimana do’a mau makan, bagaimana do’a setelah makan, dan masih banyak lagi.

Itu kalau dalam kehidupan sehari-hari. Kalau dalam bidang bisnis atau kerja, ini sangat wajib untuk terus belajar. Bagaimana teknik berpromosi, bagaimana meningkatkan produksi, bagaimana meningkatkan efisiesi, bagaimana cara ini dan itu. Dan ini harus dilakukan oleh semua tingkatan mulai dari direksi sampai Karyawan (halah… ngomong opo?) hehehe….

Jadi intinya tidak ada kata untuk berhenti belajar.




Dalam satu tandan pisang, tak semua buahnya matang secara serentak. Ada diantaranya yang masih berwarna hijau tua. Maka, sang petani ada kalanya harus menyimpannya kembali beberapa saat menunggu hingga matang semuanya. Pisang yang telah matang dan pisang yang terlambat matang, kelak akan memiliki rasa yang sama yakni memiliki rasa pisang. Meskipun waktu untuk menjadi matang pada pisang berbeda-beda, begitulah kita.. tak mungkin semuanya sama. Ada kalanya menurut ukuran kita, suatu masalah dapat diselesaikan hanya dengan beberapa menit saja. Tapi bagi orang lain belum tentu, ia butuh waktu untuk menyelesaikannya. Bahkan belum sampai pada kesempurnaan. Namun pada akhirnya, hasil yang didapatkan tetap dapat dirasakan.


Dalam hidup ini tak seorang pun sempurna pada bingkai kemampuannya. Karena di antara kita memang tidak sama dan serupa, kita dilahirkan berbeda, hidup di lingkungan berbeda, pada kondisi yang berbeda dan segala hal yang berbeda. Yang mesti diingat adalah bahwa setiap orang memiliki kesamaan keinginan dan memiliki hak yang sama dalam mendapat kesempatan, betapapun itu harus dipergilirkan. Karenanya, percuma saja memperdebatkan suatu ketidaksamaan, perbedaan, dan ketidakcocokan dengan orang lain, karena kita tak akan mendapat titik temu.

Sungguh tak ada yang sempurna di antara kita, maka janganlah rendah diri, semua butuh proses menjadi lebih baik.




Menjadi manusia utuh, disadari atau tidak, menjadi cita-cita kita, manusia. Aristoteles, disamping Plato, filosof Yunani terbesar, menawarkan itu: Jalan untuk menjadi utuh. Barangkali kita ragu apakah seorang pemikir yang hidup 2300 tahun lalu masih dapat menunjukkan suatu jalan bagi kita, manusia abad ke-21. Tetapi Aristoteles, bersama Plato, sampai hari ini menjadi acuan pemikiran para filosof. Pernah, selama seribu tahun, Aristoteles agak dilupakan. Yang menemukannya kembali adalah para filosof Islam, terutama Ibn Rushd (1126-1198), sang bijak dari Cordova. Dari Ibn Rushd, Aristoteles diperkenalkan ke Eropa abad pertengahan dimana Thomas Aquinas (1225-1274) menjadikannya dasar system filosofisnya. Sejak itu Aristoteles dikenal sebagai “sang filosof”. Dan Romo Franz Magnis-Suseno, penulis buku ini, yakin bahwa etika Aristoteles di jaman sekarangpun masih sangat bermanfaat bagi kita.


Aristoteles adalah filosof Yunani pertama yang menulis sebuah “etika”. Tulisan dengan tujuan agar manusia belajar untuk hidup secara bijaksana. Gagasan dasar Aristoteles adalah bahwa manusia hidup dengan bijaksana semakin ia mengembangkan diri secara utuh. Menunjuk jalan bagaimana manusia dapat menjadi utuh itulah maksud Aristoteles. Aristoteles menulis etikanya agar mereka yang membacanya dapat membangun suatu kehidupan yang bermakna dan bahagia. Dan itu dicapai dengan memperlihatkan bagaimana manusia dapat mengembangkan diri, dapat membuat potensi-potensinya menjadi nyata, dan bagaimana karena itu ia menjadi pribadi yang kuat. Menjadi pribadi yang kuat berarti berhasil dalam kehidupan sebagai manusia. Itulah yang membuat kita bahagia dan itulah yang mau ditunjukkan oleh Aristoteles.


Menurut Aristoteles, setiap tindakan manusia pasti memiliki tujuan, sebuah nilai. Ada dua macam tujuan: tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara hanyalah sarana untuk tujuan lebih lanjut. Tujuan akhir adalah tujuan yang tidak kita cari demi tujuan lebih lanjut, melainkan demi dirinya sendiri, tujuan yang kalau tercapai, mestinya tidak ada lagi yang masih diminati selebihnya. Jawaban yang diberikan Aristoteles untuk tujuan akhir ini menjadi sangat berarti dalam sejarah etika selanjutnya, yaitu: Kebahagiaan! Kalau seseorang sudah bahagia, tidak ada yang masih dinginkan selebihnya. Maka pertanyaan kunci adalah: Hidup macam apa yang menghasilkan kebahagiaan?

Dua pengertian paling penting adalah bahwa hidup secara moral membuat manusia bahagia, dan bahwa kebahagiaan tidak diperoleh dengan malas-malas hanya ingin menikmati segala hal enak, melainkan dengan secara aktif mengembangkan diri dalam dimensi yang hakiki bagi manusia. Adalah jasa Aristoteles bahwa ia memperlihatkan bahwa hidup yang bermakna itu justru membuat bahagia.




Setelah disimpulkan mengapa manusia harus belajar?

Manusia perlu terus belajar untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Manusia belajar untuk bertahan hidup dan untuk mengembangkan dirinya.

Manusia dituntut untuk belajar agar ia bisa meletakkan dunia di atas tangannya, bukan meletakkan dirinya di atas dunia. Artinya adalah kita harus bisa menaklukkan dunia. Jangan sampai kita yang ditaklukkan oleh dunia. Kita harus bisa menjadi arsitek bagi kehidupan kita sendiri.

Manusia perlu belajar sebagai rasa syukur kepada Allah SWT karena telah diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia. Jika seorang manusia tidak mau belajar, sama saja seperti makhluk lainnya yang tidak dianugerahi dengan otak yang sempurna seperti kita, misalnya hewan. Manusia juga perlu belajar untuk meninggikan derajatnya di mata Allah SWT.


Manusia perlu belajar agar bisa terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dari saat ini.
Demikianlah tugas ini saya akhiri. Semoga bisa bermanfaat bagi kawan-kawan sekalian dan para pembaca.

Sumber keseluruhan : http://kuliah.ownedbyicha.com

0 comments:

 

‏​‏​ ‏​‏ © All Rights Reserved | Something Baby: Design and Illustration by Emila Yusof