Setiap hari kita berinteraksi dengan orang lain. Secara umur, dia lebih dewasa dari kita. Tetapi kenyataannya perilakunya jauh lebih “childish”. Dewasa, bagi sebagian orang termasuk saya, mungkin adalah sebuah kata yang kompleks. Saya sendiri mendefinisikan dewasa sebagai sebuah pilihan. Pilihan yang tidak dipaksakan untuk diambil, pilihan yang hanya datang ketika kita sudah siap. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dewasa adalah 1) sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi); (2) kematang (tt pikiran, pandangan, dsb).
Sebelum membahas tentang kedewasaan lebih jauh, saya akan mengutip teori Erikson tentang fase-fase kehidupan yang dilalui oleh seorang manusia dari mulai lahir sampai tua.
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:
- Masa bayi (infancy)ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
- Masa kanak-kanak awal (early childhood)ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
- Masa pra sekolah (Preschool Age)ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
- Masa Sekolah (School Age)ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
- Masa Remaja (adolescence)ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
- Masa Dewasa Awal (Young adulthood)ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
- Masa Dewasa (Adulthood)ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
- Masa hari tua (Senescence)ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
Ericson tidak merasa bahwa semua periode yang penting dalam bertambahnya perbuatan yang disengaja dan kemampuan yang lebih tinggi terjadi pada masa kritis secara berturut-turut. Ia menegaskan bahwa perkembangan psikologi terjadi karena tahapan-tahapan kritikal. Kritikal adalah karateristik saat membuat keputusan antara kemajuan dan kemunduran. Pada situasi seperti ini bisa saja terjadi perkembangan atau kegagalan, sehingga dapat mengakibatkan masa depan yang lebih baik atau lebih buruk, tetapi sebetulnya situasi tersebut dapat disusunkembali. Ericson percaya bahwa kepribadian masih dapat dibuat dan diubah pada masa dewasa.
Ingat keperibadian itu bisa berubah, entah itu ke arah yang psitif atau negatif, semakin matang atau malah mundur. Tentu yang kita inginkan adalah menjadi pribadi yang baik , baik itu di mata kita atau lebih-lebih di mata orang-orang banyak yang hidup berdampingan dengan kita.
Sekarang mari kita bahas tentang lebih dalam tentang kedewasaan menurut Erikson.
Fase yang sangat berperan penting dalam kedewasaan adalah fase remaja. Karena pada masa tersebut, seseorang mencapai identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, masa ini adalah masa pubertas yang memacu harapan pada masa dewasa. Pada masa ini juga seseorang mulai mencapai puncak pencarian identitas egonya. Jadi masa ini akan sangat menentukan akan seperti apa kepribadian seseorang kelak. Maka dari itu fase ini disebut fase identity - identity confusion.
Fase yang selanjutnya adalah fase yang disebut dengan intimacy - isolation. Intimacy disini berarti menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas orang lain tanpa harus kehilangan identitas diri sendiri. Intimacy disini pun membutuhkan isolasi karena setiap individu mempunyai kehidupan masing-masing. Fase ini terjadi sangat mencolok pada pasangan, rekan kerja, atau kerabat dekat.
Fase Generativitas VS Stagnasi
Erikson (1968) percaya bahwa orang dewasa tengah baya menghadapi persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs stagnasi, adalah nama yang diberikan Erikson pada fase ketujuh dalam teori masa hidupnya. Generativitas mencangkup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap dapat dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya.
Sebaliknya, stagnasi (disebut juga “penyerapan-diri”) berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa bagi generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda (Kotre, 1984).
Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan anak. Melalui generativitas parental (orang tua), orang dewasa memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan. Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri.
Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah seseorang yang mempelajari keahlian.
Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat (Mc Adams, 1990). Orang dewasa generatif mengembangkan warissan diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnya.
Jika Erikson lebih menggolongkan dewasa terhadap umur, maka Marc dan Angel mengemukakan bahwa dewasa tidak diukur dari usia, melainkan kematangan emosional. Dua puluh ciri kedewasaan menurut Marc dan Angel:
- Tumbuhnya kesadaran bahwa kematangan bukanlah suatu keadaan tetapi merupakan sebuah proses berkelanjutan dan secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan diri.
- Memiliki kemampuan mengelola diri dari perasaan cemburu dan iri hati.
- Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengevaluasi dari sudut pandang orang lain.
- Memiliki kemampuan memelihara kesabaran dan fleksibilitas dalam kehidupan sehari-hari.
- Memiliki kemampuan menerima fakta bahwa seseorang tidak selamanya dapat menjadi pemenang dan mau belajar dari berbagai kesalahan dan kekeliruan atas berbagai hasil yang telah dicapai.
- Tidak berusaha menganalisis secara berlebihan atas hasil-hasil negatif yang diperolehnya, tetapi justru dapat memandangnya sebagai hal yang positif tentang keberadaan dirinya.
- Memiliki kemampuan membedakan antara pengambilan keputusan rasional dengan dorongan emosionalnya (emotional impulse).
- Memahami bahwa tidak akan ada kecakapan atau kemampuan tanpa adanya tindakan persiapan.
- Memiliki kemampuan mengelola kesabaran dan kemarahan.
- Memiliki kemampuan menjaga perasaan orang lain dalam benaknya dan berusaha membatasi sikap egois.
- Memiliki kemampuan membedakan antara kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants).
- Memiliki kemampuan menampilkan keyakinan diri tanpa menunjukkan sikap arogan (sombong).
- Memiliki kemampuan mengatasi setiap tekanan (pressure) dengan penuh kesabaran.
- Berusaha memperoleh kepemilikan (ownership) dan bertanggungjawab atas setiap tindakan pribadi.
- Mengelola ketakutan diri (manages personal fears)
- Dapat melihat berbagai “bayangan abu-abu” diantara ekstrem hitam dan putih dalam setiap situasi.
- Memiliki kemampuan menerima umpan balik negatif sebagai alat untuk perbaikan diri.
- Memiliki kesadaran akan ketidakamanan diri dan harga diri.
- Memiliki kemampuan memisahkan perasaan cinta dengan birahi sesaat.
- Memahami bahwa komunikasi terbuka adalah kunci kemajuan.
Jika tadi kita sudah membahas kedewasaan menurut Erikson, Mark, dan Angel maka sekarang kita akan membahas kedewasaan menurut Arvan Pradiansyah.
Pertama, orang dewasa lebih melihat ke dalam (lebih dahulu), ketika ‘anak kecil’ lebih sering mengacu pada sesuatu di luar dirinya. Contoh mudahnya, ketika dihadapkan pada pertanyaan berikut, apa jawaban kita: Telat masuk kantor, siapa yang salah? Siapapun bisa menjawab dengan mudah: macet, ketika pilihan jawaban lain juga tersedia. Dengan mengambil tanggung jawab pribadi Anda bisa memilih untuk mengatakan: Saya tahu Jakarta macet, maka saya harus berangkat lebih pagi untuk dapat sampai di kantor tepat waktu. Orang dewasa mengambil tanggung jawab pribadi, ketika anak kecil mencari-cari kambing hitam atas kesulitan yang menimpanya.
Kedua, orang dewasa selalu memberi manfaat pada orang lain, ketika anak kecil selalu ingin mengambil manfaat (meminta hak) dari orang lain. Ilustrasinya, ketika seseorang telah berkerja dengan baik, maka dipromosikan adalah sebuah konsekwensi. Ingat bahwa, tidak ada orang yang ‘berhak’ untuk dipromosikan, yang ada adalah orang yang ‘pantas’ untuk dipromosikan. Dan yang sering kita temui, orang lebih banyak menuntut haknya, alih-alih menunjukkan kinerja yang dengannya pemenuhan hak itu menjadi suatu konsekwensi yang dapat ia terima.
Ketiga, orang dewasa memiliki pengendalian diri (sense of control) yang besar, sementara anak kecil lebih banyak dikendalikan orang lain (rangsangan luar). Pengendalian diri yang besar, ciri praktisnya dapat ditandai dengan adanya jarak antara stimulus dan respon. Ada proses mawas diri, melihat ke dalam dan kepada persoalannya, sebelum memberikan respon atas sesuatu.
Keempat, orang dewasa siap kalah (mengalah), sementara anak kecil selalu ingin menang dan tidak siap kalah.
Kelima, orang dewasa bisa membedakan masalah dengan orangnya, sementara anak kecil berlaku sebaliknya.
0 comments:
Post a Comment