Tuesday, November 23, 2010

MAPPING THE SUBJECT - Associative Regression

Pernahkah kamu merasa bahwa sifat kamu sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar? Misalkan kamu sedang bersama keluarga maka kamu akan bersikap seperti salah satu diantara anggota keluarga kamu. Lalu jika sedang bersama teman-teman maka kamu akan merasa sifatmu menyerupai salah satu dari mereka.
Inilah yang disebut dengan “Associative Regression” atau “Revertigo”. Mungkin kamu jarang mendengar kata-kata ini. Karena setelah saya telusuri, memang kata-kata ini kurang begitu populer. Lalu pada tahun 2008 ketika kata revertigo ini ditayangkan di sebuah serial TV Amerika, maka semakin banyak orang yang menggunakan kata ini.
Seperti yang saya kutip dari Fortitude Magazine, Revertigo may not be a real world, but it's very real.
The term originated in the show “How I Met Your Mother”. I think Jason Segel’s character Marshall Eriksen can be credited for coining it. It means that when you come across somebody from your past, you revert to your old personality when you used to spend time with that person – e.g. adults who act juvenile in the presence of their siblings or parents. The lead character in the series, Ted Mosby, played by Josh Radnor, expressed doubts over the existence of the word (“It’s a stupid, made-up word with no meaning!”). Whether “revertigo” has, in fact, insinuated itself in the dictionary (the serious one; it’s definitely already making the rounds of urban dictionaries and other specialized word listings) — or if it ever will — remains to be seen. Nevertheless, it’s very real. There is probably a technical or official term for it in the field of psychology, but thanks to “revertigo’s” rise to fame, it will probably remain obscure.

Inti dari kutipan diatas menjelaskan tentang pengertian dari revertigo. Keadaan ketika kamu berhadapan dengan seseorang di masa lalu, maka pada saat itu kamu akan kembali ke kepribadian lama kamu ketika masih bersama dia. Seperti contohnya ketika kita bertemu dengan keluarga yang lebih tua seperti sepupu yang lebih tua atau nenek kita, maka kita akan bersikap lebih dewasa.
Pada kutipan diatas juga dijelaskan bahwa revertigo ini sendiri bukan lah kata-kata yang sebenarnya. Fenomena ini memang sudah terjadi sejak lama, tapi kita semua masih belum tahu kata apa yang tepat untuk menggambarkannya. Maka sejak dilontarkannya kata-kata ini dalam acara tersebut, kata inilah yang dipakai untuk menggambarkan fenomena tersebut. Kata revertigo ini pun mulai masuk ke Urban Dictionary. Dan tidak menutup kemungkinan akan masuk ke kamus resmi.
Di Urban Dictionary sendiri, ada beberapa definisi untuk revertigo.
  • When you see people from your past, you start acting like you did when you used to spend time with them. (i.e. you start acting like a 14-year-old when you unexpectedly run into your freshman year boyfriend at the grocery store).
  • brought on by being near a person or persons from your past, revertigo is when a person begins to act how they did at the time they knew said person(s).
  • When you're around someone from your past and you revert back to the person you were when you knew them.
  • a phenomenon where when you're around people from your past, you start behaving like them.
  • Dizzyingly inexplicable reversion to past behavior in the presence of a lost aquaintance once associated with the behavior. Going back in time, in personality.

Revertigo adalah bahasan yang menarik. Karena disini jelas sekali bahwa kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang di sekitarnya. Seperti layaknya pepatah, “jika anda berteman dengan penjual parfum, maka anda ikut menjadi wangi

Sebelum membahas lebih jauh tentang revertigo, saya akan menjelaskan dulu definisi kepribadian.

Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggirs “personality”. Sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari Bahasa latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan suatu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu bentuk gambaran manusia tertentu. Misalnya: seorang pendiam, pemurung, periang, peramah, pemarah dan sebagainya. Jadi, persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan mealui kedok yang dipakainya. Lalu bagaimanakah para pakar psikologi mendifinisikan kepribadian itu sendiri? Apakah aspek-aspek kepribadian itu? Lalu bagaimana kepribadian itu berkembang?

Pengertian
Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya.<br />
MAY mengartikan keperibadian sebagai “Personalitiy is a social stimus value”. Artinya personality itu merupakan perangsang bagi orang lain. Jadi bagaimana orang lain bereaksi terhadap kita, itulah kepribadian kita.

McDougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian adalah “tingkatan sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan”.

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego.

Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Sedangkan Gordon W. Allport memberikan difinisi kepribadian sebagai berikut: “Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem praktis psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.

Sedangkan menurut Wikipedia, Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Masih menurut Wikipedia, kepribadian ditentukan oleh berbagai faktor. Yang akan saya kupas disini adalah pengaruh dari faktor lingkungan.

Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.

Jika membahas lebih dalam tentang revertigo ini, maka kita bisa menghubungkan ke post saya sebelumnya yakni Homo Homini Socio. Disana membahas tentang betapa seorang manusia membutuhkan manusia lainnya. Dari mulai lahir, kita sudah membutuhkan orang lain. Seorang bayi tentu saja membutuhkan ibunya untuk memberi makan, minum, dan lain-lain. Sampai tua pun kita masih tetap membutuhkan orang lain. Yang saya coba jelaskan disini adalah, dimana kepribadian kita akan berubah seiring dengan peranan “orang lain” tersebut dalam hidup kita.

Pernahkah kamu mendengar seorang gadis kecil jika ditanya, “siapa idola kamu?” Maka dia akan menjawab lantang, “ibu!”. Ini tentu datang bukan tanpa sebab. Gadis kecil tersebut pastinya selalu memperhatikan kebiasaan-kebiasaan ibunya. Lalu ada sesuatu yang dia suka dari ibunya dan ini akan membuat dia mencoba bersikap seperti ibunya. Contohnya saat dia sedang menginginkan sesuatu, mungkin pada mulanya dia akan merengek pada ayahnya. Tapi lama-kelamaan dia akan berinisiatif. Dia bisa menilai bahwa ayahnya menyayangi ibunya, maka dari itu dia harus bisa bersikap seperti ibunya agar sang ayah mau menuruti kemauannya.

Keluarga adalah faktor penentu kepribadian yang paling dominan. Keluarga adalah faktor lingkungan pertama dan utama yang menentukan perkembangan kepribadian sekunder. Seorang individu yang dibesarkan di keluarga yang otoriter (keluarga militer), dimana cara mengungkapkan sikap dan perilaku ditentukan semata-mata oleh orang tuanya, tentu saja akan berbeda dengan individu yang dibesarkan di keluarga biasa atau keluarga yang lebih bebas.

Ada kemungkinan juga bahwa keluarga hanya benar-benar mempengaruhi kepribadian sekunder. Disini maksudnya adalah kepribadian primer seorang individu tersebut tidak hilang atau hanya tersembunyi saat dia sedang berada di sekitar keluarganya. Jadi ketika bersama keluarga, dia akan berkepribadian seperti A. Namun saat bersama teman-teman, dia akan berkepribadian seperti B. Inilah sebuah contoh revertigo yang nampak jelas.

Adakah efek samping dari revertigo? Mari kita mulai membahas dari efek positifnya.
Dalam suatu perkumpulan, kita akan lebih mudah diterima dalam perkumpulan tersebut jika kita memenuhi suatu kriteria. Biasanya perkumpulan adalah wadah dari beberapa individu yang memiliki suatu kemiripan, apakah itu kepribadian, motivasi, hobi, dan lain-lain. Dengan kata lain, saya menilai bahwa revertigo ini akan membuat kita lebih mudah diterima dalam pergaulan.
Revertigo juga bisa menjadi moment yang menyenangkan. Dimana kita mengenang masa-masa saat kita masih bersama orang tersebut.
Namun ada juga efek negatif dari revertigo. Revertigo ini tidak selalu melekat pada diri kita. Bisa saja, suatu waktu kepribadian primer kita menjadi dominan lalu revertigo menghilang. Contohnya adalah saat kita mengenal rekan kerja kita, sebut saja C. Karena dituntut oleh profesionalitas, C terlihat seperti pribadi yang disiplin, pekerja keras, dewasa, dan bertanggung jawab. Namun seiring berjalannya waktu kita mulai bisa melihat kepribadian asli dari si C, yakni ceroboh, pelupa, dan suka menyalahkan orang lain.

While revertigo can sometimes be a fun distraction, it can be stressful, too. For example, many people go through revertigal transformation when they visit their families for the holidays, and end up playing a sort of role in response to other family members. This can feel stifling, and can be annoying for spouses who may not be used to the reverted version of the people they love.

Kesimpulannya, revertigo mungkin memang bukan kata yang nyata. Tapi fenomena ini sangat nyata dan mungkin beberapa dari kita sering mengalaminya.

Sumber keseluruhan : http://kuliah.ownedbyicha.com

Thursday, November 18, 2010

MAPPING THE SUBJECT - KEDEWASAAN SESEORANG

Kapan kamu mulai merasa bahwa kamu sudah tidak pantas lagi merengek untuk meminta dibelikan sesuatu pada orang tuamu? Kapan kamu mulai merasa malu untuk bermanja-manja dengan orang tuamu didepan teman-teman? Kapan kamu mulai merasa memiliki tanggung jawab atas apa yang telah diperbuat? Kapan kamu mulai merasa harus berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang diinginkan? Mungkin saat itulah kamu mulai merasa dirimu menjadi dewasa.
Setiap hari kita berinteraksi dengan orang lain. Secara umur, dia lebih dewasa dari kita. Tetapi kenyataannya perilakunya jauh lebih “childish”. Dewasa, bagi sebagian orang termasuk saya, mungkin adalah sebuah kata yang kompleks. Saya sendiri mendefinisikan dewasa sebagai sebuah pilihan. Pilihan yang tidak dipaksakan untuk diambil, pilihan yang hanya datang ketika kita sudah siap. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dewasa adalah 1) sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi); (2) kematang (tt pikiran, pandangan, dsb).

Sebelum membahas tentang kedewasaan lebih jauh, saya akan mengutip teori Erikson tentang fase-fase kehidupan yang dilalui oleh seorang manusia dari mulai lahir sampai tua.

Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:
  1. Masa bayi (infancy)
    ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
  2. Masa kanak-kanak awal (early childhood)
    ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
  3. Masa pra sekolah (Preschool Age)
    ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
  4. Masa Sekolah (School Age)
    ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
  5. Masa Remaja (adolescence)
    ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
  6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood)
    ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
  7. Masa Dewasa (Adulthood)
    ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
  8. Masa hari tua (Senescence)
    ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

Ericson tidak merasa bahwa semua periode yang penting dalam bertambahnya perbuatan yang disengaja dan kemampuan yang lebih tinggi terjadi pada masa kritis secara berturut-turut. Ia menegaskan bahwa perkembangan psikologi terjadi karena tahapan-tahapan kritikal. Kritikal adalah karateristik saat membuat keputusan antara kemajuan dan kemunduran. Pada situasi seperti ini bisa saja terjadi perkembangan atau kegagalan, sehingga dapat mengakibatkan masa depan yang lebih baik atau lebih buruk, tetapi sebetulnya situasi tersebut dapat disusunkembali. Ericson percaya bahwa kepribadian masih dapat dibuat dan diubah pada masa dewasa.

Ingat keperibadian itu bisa berubah, entah itu ke arah yang psitif atau negatif, semakin matang atau malah mundur. Tentu yang kita inginkan adalah menjadi pribadi yang baik , baik itu di mata kita atau lebih-lebih di mata orang-orang banyak yang hidup berdampingan dengan kita.

Sekarang mari kita bahas tentang lebih dalam tentang kedewasaan menurut Erikson.
Fase yang sangat berperan penting dalam kedewasaan adalah fase remaja. Karena pada masa tersebut, seseorang mencapai identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, masa ini adalah masa pubertas yang memacu harapan pada masa dewasa. Pada masa ini juga seseorang mulai mencapai puncak pencarian identitas egonya. Jadi masa ini akan sangat menentukan akan seperti apa kepribadian seseorang kelak. Maka dari itu fase ini disebut fase identity - identity confusion.
Fase yang selanjutnya adalah fase yang disebut dengan intimacy - isolation. Intimacy disini berarti menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas orang lain tanpa harus kehilangan identitas diri sendiri. Intimacy disini pun membutuhkan isolasi karena setiap individu mempunyai kehidupan masing-masing. Fase ini terjadi sangat mencolok pada pasangan, rekan kerja, atau kerabat dekat.

Fase Generativitas VS Stagnasi
Erikson (1968) percaya bahwa orang dewasa tengah baya menghadapi persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs stagnasi, adalah nama yang diberikan Erikson pada fase ketujuh dalam teori masa hidupnya. Generativitas mencangkup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap dapat dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya.
Sebaliknya, stagnasi (disebut juga “penyerapan-diri”) berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa bagi generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda (Kotre, 1984).
Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan anak. Melalui generativitas parental (orang tua), orang dewasa memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan. Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri.

Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah seseorang yang mempelajari keahlian.
Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat (Mc Adams, 1990). Orang dewasa generatif mengembangkan warissan diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnya.

Jika Erikson lebih menggolongkan dewasa terhadap umur, maka Marc dan Angel mengemukakan bahwa dewasa tidak diukur dari usia, melainkan kematangan emosional. Dua puluh ciri kedewasaan menurut Marc dan Angel:

  • Tumbuhnya kesadaran bahwa kematangan bukanlah suatu keadaan tetapi merupakan sebuah proses berkelanjutan dan secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan diri.
  • Memiliki kemampuan mengelola diri dari perasaan cemburu dan iri hati.
  • Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengevaluasi dari sudut pandang orang lain.
  • Memiliki kemampuan memelihara kesabaran dan fleksibilitas dalam kehidupan sehari-hari.
  • Memiliki kemampuan menerima fakta bahwa seseorang tidak selamanya dapat menjadi pemenang dan mau belajar dari berbagai kesalahan dan kekeliruan atas berbagai hasil yang telah dicapai.
  • Tidak berusaha menganalisis secara berlebihan atas hasil-hasil negatif yang diperolehnya, tetapi justru dapat memandangnya sebagai hal yang positif tentang keberadaan dirinya.
  • Memiliki kemampuan membedakan antara pengambilan keputusan rasional dengan dorongan emosionalnya (emotional impulse).
  • Memahami bahwa tidak akan ada kecakapan atau kemampuan tanpa adanya tindakan persiapan.
  • Memiliki kemampuan mengelola kesabaran dan kemarahan.
  • Memiliki kemampuan menjaga perasaan orang lain dalam benaknya dan berusaha membatasi sikap egois.
  • Memiliki kemampuan membedakan antara kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants).
  • Memiliki kemampuan menampilkan keyakinan diri tanpa menunjukkan sikap arogan (sombong).
  • Memiliki kemampuan mengatasi setiap tekanan (pressure) dengan penuh kesabaran.
  • Berusaha memperoleh kepemilikan (ownership) dan bertanggungjawab atas setiap tindakan pribadi.
  • Mengelola ketakutan diri (manages personal fears)
  • Dapat melihat berbagai “bayangan abu-abu” diantara ekstrem hitam dan putih dalam setiap situasi.
  • Memiliki kemampuan menerima umpan balik negatif sebagai alat untuk perbaikan diri.
  • Memiliki kesadaran akan ketidakamanan diri dan harga diri.
  • Memiliki kemampuan memisahkan perasaan cinta dengan birahi sesaat.
  • Memahami bahwa komunikasi terbuka adalah kunci kemajuan.

Jika tadi kita sudah membahas kedewasaan menurut Erikson, Mark, dan Angel maka sekarang kita akan membahas kedewasaan menurut Arvan Pradiansyah.
Pertama, orang dewasa lebih melihat ke dalam (lebih dahulu), ketika ‘anak kecil’ lebih sering mengacu pada sesuatu di luar dirinya. Contoh mudahnya, ketika dihadapkan pada pertanyaan berikut, apa jawaban kita: Telat masuk kantor, siapa yang salah? Siapapun bisa menjawab dengan mudah: macet, ketika pilihan jawaban lain juga tersedia. Dengan mengambil tanggung jawab pribadi Anda bisa memilih untuk mengatakan: Saya tahu Jakarta macet, maka saya harus berangkat lebih pagi untuk dapat sampai di kantor tepat waktu. Orang dewasa mengambil tanggung jawab pribadi, ketika anak kecil mencari-cari kambing hitam atas kesulitan yang menimpanya.
Kedua, orang dewasa selalu memberi manfaat pada orang lain, ketika anak kecil selalu ingin mengambil manfaat (meminta hak) dari orang lain. Ilustrasinya, ketika seseorang telah berkerja dengan baik, maka dipromosikan adalah sebuah konsekwensi. Ingat bahwa, tidak ada orang yang ‘berhak’ untuk dipromosikan, yang ada adalah orang yang ‘pantas’ untuk dipromosikan. Dan yang sering kita temui, orang lebih banyak menuntut haknya, alih-alih menunjukkan kinerja yang dengannya pemenuhan hak itu menjadi suatu konsekwensi yang dapat ia terima.
Ketiga, orang dewasa memiliki pengendalian diri (sense of control) yang besar, sementara anak kecil lebih banyak dikendalikan orang lain (rangsangan luar). Pengendalian diri yang besar, ciri praktisnya dapat ditandai dengan adanya jarak antara stimulus dan respon. Ada proses mawas diri, melihat ke dalam dan kepada persoalannya, sebelum memberikan respon atas sesuatu.
Keempat, orang dewasa siap kalah (mengalah), sementara anak kecil selalu ingin menang dan tidak siap kalah.
Kelima, orang dewasa bisa membedakan masalah dengan orangnya, sementara anak kecil berlaku sebaliknya.

Sumber keseluruhan : http://kuliah.ownedbyicha.com

Saturday, October 30, 2010

TEORI BERAS - NASI

Beras + Air + Panas = Nasi.
Maksudnya adalah jika kita ingin membuat nasi, maka kita memerlukan beras, merendamnya dengan air, lalu memanaskannya. Barulah beras tersebut bisa berubah menjadi nasi.
Paragraf diatas merupakan suatu contoh apa hal yang harus kita jalani untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini disebut dengan proses. Dalam kehidupan ini, semua butuh proses. Kehidupan ini pun merupakan suatu proses. Dari kita lahir sampai beranjak dewasa. Dari keadaan yang tidak tahu apa-apa sampai tahu beberapa. Semua adalah proses.

Kita tahu proses membuat suatu produksi barang, sangat ditentukan komposisi bahan yang bisa berbentuk rumus, misalnya membuat kue, dengan resep yang ada kemudian ikuti cara porses yang ditentukan, secara mudah akan menghadilkan kue yang diinginan. Diperusahaan plastic misalnya, dengan kompsisi biji plastik tertentu masuk dalam bentuk mould yang diinginan, maka jadilah panci, ember pipa dan lain-lain. Proses pabrikan sangat monoton dan didukung dengan mesin teknologi, jadilah apa yang diingnkan.

Bagaimana dengan proses kehidupan? Tidak demikian simple-nya seperti proses barang pabrikan, sangat ditentukan oleh berbagai unsure untuk mencapai satu hasil yang diinginkan. Pada dasarnya ada dua pokok dasar yang sangat signifikan dalam mencapai tujuan atau hasil yang akan diraih, yaitu :

1. Interposonal harus baik
hubungan dengan pihak kedua dst. Sangat menentukan proses itu sendiri. Karena pengendalian proses itu bukan ditangan anda melainkan ada pada orang lain. Misalnya butuh suatu bantuan. Sangat tergantung pada kerelaan, kemauan, keseriusan, kesungguhan hati seseorang. Apakah bisa memenuhi harapan? Sangat tergantung dari hubungan antara personal anda dengan orang yang diminta bantuan. Kita tidak bisa lepas dari kehidupan social dan bermasyarakat, tidak mungkin kita bisa hidup tanpa orang lain, bahkan orang lain bisa menjadi penghambat maupun pelancar proses hidup kita. Jika hubungan personal tidak baik, kemungkinan bantuan yang diminta akan mengecewakan, bahkan bisa juga hancur karena hubungan interpersonal yang jelek. Interpersonal merupakan satu skill yang harus dimiliki, untuk mendukung kelancaran proses. Banyak orang gagal karena belum memiliki skill ini. Sulit bersosialisasi ataupun berkomunikasi dengan orang, pendiam, malu dan sangat pasif mapun angkuh dalam kehidupan yang selalu membuat orang tidak suka. Kemampuan interpersonal bukan diperoleh dari bangku sekolah, ataupun anda memiliki pendidikan tinggi. Banyak pengusaha yang berhasil, hanya memiliki pendidikan sekolah dasar. Namun kemampuan interpersonal mereka baik, tidak heran banyak teman, banyak informasi sehingga memudahkan proses itu sendiri. Zaman orde baru pengusaha terkenal Lim Sioe Liong, hanya memiliki pendidikan dasar. Orang tua penulis hanya menikmati pendidikan dasar belum lulus, namun dia menjadi pegusaha sukses, beda dengan saya yang lebih banyak menikmati sekolah, kenyataan tidak sesukses beliau. Skill interpersonal berpegang peran dalam proses.
2. Intra personal
skill ini sering tidak diperhatikan, bahkan mentoreransikan diri karena merupakan hak patent ( sifat / tabiat ). Kesadaran akan kelemahan diri ( self awareness ) hampir tidak ada. Tanpa dikendalikan dengan baik, maka akan menyulitkan diri dalam proses, misalnya sifat malas, ceroboh, minder, suka iri hati, buat gossip, pemarah, otoriter, angkuh, suka putus asa, tidak ulet, bukan pendengar yang baik, mau menang sendiri. Ini semua penghambat diri dalam proses berjalan. Pepatah yang mengatakan musuh terbesar adalah diri sendiri sangatlah tepat! karena dia yang menguasai kehidupan kita. Jika seorang memiliki intra personal baik, kebanyakan interpersonal akan baik juga. Intra personal bisa diperbaiki dengan beberapa langkah yaitu :
a. Pengenalan diri ( self awareness ), yaitu mengenal emosi negative apa yang dimiliki – Misalnya saya suka marah, suka minder, suka iri hati yang tidak pada semestinya, suka buat gossip, suka putus asa, kurang ulet, suka bingung, rasa takut dan lain-lain. Pengenalan diri ini semestinya mudah, asal kita ada niat untuk memperbaiki diri, siap untuk merubah diri sendiri.
b. Maknailah emosi negative itu dengan jelas, bagaimana datangnya, apa saja yang mudah menyulut api emosi itu, misalnya suami pulang terlambat, appointment yang meleset, terganggunya emosi jika melihat orang lebih baik dari kita, saat mengalami kesulitan, saat melihat tampang yang seram atau terbayang masa lalu dan lain-lain.
c. Kendalikanlah dengan baik, misalnya tarik napas panjang, untuk menenangkan diri, lakukan self talk untuk tidak menuruti emosi itu, menyingkir dari objek penyebab, jika anda mudah dipicu marah, gerakan tubuh yang terbaik yaitu melipat kedua tangan anda, seperti anak manis mendengarkan gurunya mengajar. Kesadaran ini akan memudahkan anda melakukan perubahan dari pada anda dipaksa untuk melakukan, hasilnya pun akan kelihatan. Perasaan nyaman akan dirasakan saat anda berhasil mengatasi diri sendiri. Tentu masih banyak cara, yang tidak mungkin diungkapkan dalam tulisan ini.

Jika ketiga nya bisa dikuasai, maka anda pasti tidak akan mengkambinghitamkan nasib buruk. Karena semua itu ada ditangan anda. Anda yang menentukan apakah saya mampu mengatasi semua proses berjalan, keberhasilan dalam proses ( sesulit apapun ), akan membawa anda lebih sukses, karena proses itu endiri mampu pemberi spirit, motivasi kuat pada diri sendiri untuk melangkah lebih mantap. Ibarat perjalanan laut, kapal akan mengalami banyak halangan dari arus, gelombang, angin kencang, namun yang pasti ia akan menuju sasaran, tujuan akhir manakah yang membawa kenangan manis? tujuankah atau proses itu sendiri? Anda tentu bisa menjawabnya, bukan? Jangnlah menghindar dari masalah, hadapilah dengan penuh keyakinan, tentu ada jalan keluarnya, hanya waktu bisa berbeda, itu sebab nya butuh keuletan, ketabahan, kesabaran semua ini akan melahirkn pengalaman hidup yang luar biasa!


Dalam menjalankan sebuah proses, tentu kita harus tahu porsi yang tepat. Seperti contohnya pada paragraf pertama. Air yang dituang ke dalam tempat berisi beras, harus pas agar nasi tidak terlalu lembek. Ini menunjukkan kita harus berusaha sekuat dan segigih apa untuk mencapai tujuan. Lalu saat beras dan air tersebut sudah pas, kita panaskan dengan waktu yang cukup agar nasi tersebut tidak menjadi bubur. Ini menunjukkan kita harus tahu kapan harus berhenti terlena di dalam sebuah proses.

Proses Kehidupan tidak semudah menulis di atas buku, dari sebuah kertas kosong terisi dengan karya dan tulisan yang dapat menceritakan diri sendiri, atau bercerita tentang dunia lain, sosok orang lain, atau pengalaman penting kehidupan. Semua membutuhkan inspirasi. Proses Kehidupan itu juga membutuhkan kesabaran seperti penulis, pelukis, Master Zen, Pembaca, dan Petualang agar semua proses dapat dirasakan sebagai pelajaran paling berharga dalam hidup. Penulis sudah biasa menuangkan segalanya dalam tulisannya, tetapi proses kehidupan tidaklah demikian mudahnya. Tidak semudah menuang teh dalam cangkir, mudah untuk minum teh, tetapi sulit untuk menungkan teh kedalam cangkir tanpa satu tetes yang tumpah. Seorang Master Zen melatih diri dari ritual minum teh setiap sore, menuangkan sebuah teh dengan wangi dan cita rasa yang berbeda kepada orang yang berbeda, dengan tingkat derajat panas yang berbeda, dan menghasilkan aroma dan kenikmatan yang berbeda, mudah tetapi sulit dilakukan.

Apalagi mengamati proses kehidupan yang serba tidak pasti dan semua serba berbeda dalam kondisi yang selalu berubah.
Tidak semudah membaca novel, Pembaca yang sudah terbiasa membaca novel-novel indah karya sastra, akan mudah menyelami karakter tokoh dalam sebuha novel, menghayati dan masuk ke dalam alur ceritanya. Tetapi untuk membaca sebuah proses kehidupan tidaklah mudah, membutuhkan pengenalan terhadap sosok sang diri, pengenalan terhadap lingkungan di luar diri, dan pemahaman tentang alur kehidupan yang sangat sulit ditebak, memang tidak mudah. Tidak semudah melempar batu ke laut.
Bagi sang petualang lautan dan ombak adalah tantangan kehidupan, terkadang menguji satu keahlian dengan melempar batu sampai jauh sekali ke lautan lepas, ibarat melepaskan semua beban dalam dirinya, atau berteriak kencang mengalahkan suara ombak di laut. tetapi proses kehidupan dalam melepaskan semua beban hidup tidak semudah itu.
Tidak semudah melukis di atas kanvas, bagi seorang pelukis, apapun dapat dilukiskan dalam kanvas, kehidupan, obyek bergerak atau tidak bergerak, atau apapun dapat dituangkan dalam kanvas, tetapi untuk menghidupkan sebuah lukisan membutuhkan keahlian dan penjiwaan yang luar biasa. Melukis proses kehidupan tidaklah semudah menuangkan dalam kanvas, karena yang dilukis adalah sifat dan karakter kita sendiri yang sangat abstrak.

Proses memang tidak selalu mudah. Proses dalam kehidupan membutuhkan pengorbanan dan usaha yang lebih. Tetapi, proses bisa membentuk diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Itulah sebabnya mengapa banyak orang berkata bahwa proses lebih penting daripada hasil. Dengan melalui berbagai halangan dan rintangan dari sebuah proses, maka kita akan menjadi lebih sigap untuk ke depannya. Proses adalah suatu pengalaman dan pengalaman adalah guru yang paling berharga.
You can’t just jump to the end. The journey is the best part”
Robin Scherbatsky (How I Met Your Mother, American TV Series).
Ketika seseorang sudah lelah dengan apa yang sedang dia jalani untuk menggapai cita-citanya, ingatkanlah. Ingatkan bahwa hasil yang maksimal baru bisa didapat setelah kita menjalani proses yang maksimal pula. Mungkin memang bisa menggunakan jalan pintas atau jalan curang, tetapi pasti ada perbedaan diantara keduanya.

Di dalam sebuah perjalanan setiap individu, pasti ketidaksempurnaan akan sering terlihat berupa kesalahan-kesalahan atau yang biasa juga disebut dengan ketidakprofesionalan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi ketidaksempurnaan ini, dan pada umumnya orang yang tidak berjiwa baja akan menjadikannya sebuah perisai kuat untuk menangkis jeratan amarah dari pimpinan yang sering didengar sebagai alasan.

Butuh sebuah proses di dalam langkah manusia, menuju sebuah pendewasaan yang berujung pada keprofesionalan. Keprofesionalan ini diindikasikan dengan tidak tampaknya ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan walau tidak sempurna. Dapat digambarkan di sini bahwa manusia tercipta, lalu punya sebuah wewenang dan sebuah kewajiban. Kewajiban manusia adalah pendewasaan dan profesional dalam hidup, serta mampu memberikan karya terbaik sesuai jalur yang dimilikinya, alias profesional pula di bidang yang ditekuninya. Bagaimakah seseorang mampu menggapainya?
Layaknya jalur kehidupan, semua butuh proses, yakni proses pembelajaran. Di proses ini, manusia belajar apa yang mereka butuhkan, apa yang merupakan kesalahan, dan bagaimana meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut. Proses ini tentu bukan proses yang harus panjang dan lama, karena manusia tercipta dengan akal dan pikiran yang seharusnya mereka pakai untuk pembelajaran saat proses berlangsung. Cukup sekali, dua kali, atau tiga kali untuk membaca algoritma yang terbentuk, dan inilah proses, yang kemudian pada percobaan keempat dan seterusnya haruslah muncul sebuah hasil yang profesional, hasil yang tidak lagi bisa disebut dengan proses, setidaknya tidak mengulang kesalahan yang sama meski masih banyak kesalahan yang perlu diperbaiki. Dengan demikian, selama masa proses alangkah baiknya setiap individu mencoba, berani dalam inovasi, dan berusaha menggunakan akal dan pikiran mereka sebaik mungkin. Dan alangkah baiknya, saat usia menunjukkan kita dewasa, kita sudah menjadi manusia yang profesional, dengan maksud bahwa proses pembelajaran di letakkan maksimal di usia remaja. Jadi di saat remaja ini kita sebagai manusia yang berada pada proses pembelajaran diperbolehkan berkata “Proses lebih penting daripada hasil” ketika Anda mendapat sebuah hasil yang tidak maksimal dengan menjadikannya pembelajaran penting bagi pendewasaan Anda. Dan ketika Anda merasa dewasa, haruslah Anda berpandangan bahwa “Hasil lebih penting daripada Proses” karena pada kenyataannya yang dibutuhkan oleh dunia adalah hasil Anda.
Dewasakan diri Anda dengan pembelajaran yang cukup berarti dalam hidup selagi Anda merasa belum cukup dewasa untuk mengatakan “Hasil lebih penting daripada proses”!!!

Wacana diatas membicarakan tentang mana yang lebih penting antara proses dan hasil. Hal ini tergantung pada orientasi diri kita masing-masing dalam menjalani hidup. Tergantung juga dari cara pandang kita terhadap kehidupan.
Semoga kumpulan artikel diatas dapat membantu para pembaca untuk memahami apa arti dari sebuah proses. Pembaca juga dapat menilai mana yang lebih penting bagi dirinya, apakah proses atau hasil.

 Sumber keseluruhan : http://kuliah.ownedbyicha.com

Wednesday, October 27, 2010

WE KNOW NOTHING WE KNOW ANYTHING

Segalanya dimulai dari nol. Semua aktifitas yang kita lakukan dimulai dari ketidaktahuan, tidak tahu apa maksudnya, tidak tahu apa hasilnya, dan lain-lain. Dari ketidaktahuan tersebut maka akan muncul suatu rasa ingin tahu. Dari situ, muncullah suatu proses yang disebut pembelajaran. Setelah kita belajar, maka kita akan mengetahui bagaimana caranya, bagaimana metodenya, bagaimana melakukannya, dan lain-lain.

Dalam proses pembelajaran ini, kita mencari ilmu. Tidak hanya ilmu secara teori, tapi praktikal yang disebut keahlian atau skill.


Dari mulai kita hadir di dunia ini, kita sudah mulai belajar. Kita belajar beradaptasi dari yang sebelumnya kita tinggal di rahim ibu lalu harus menyesuaikan diri dengan keadaan di dunia. Dalam setahun atau dua tahun berikutnya, kita lewati dengan belajar mengenali wajah orang tua dan keluarga. Belajar merangkak, berjalan, berbicara, dan lain-lain.


Saat berumur lima tahun, kita mulai mengenyam pendidikan non formal seperti playgroup atau taman kanak-kanak. Setelah itu pendidikan formal SD, SMP, SMA dan mungkin ditambah dengan pendidikan non formal seperti kursus bahasa, seni, dan lain-lain.


Saat kita beranjak dewasa, kita belajar untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Proses belajar ini tidak akan selesai. Karena saat kita memulai sebuah keluarga, kita harus belajar untuk saling memahami pasangan. Saat kita menjadi orang tua, kita harus mengajarkan kebaikan pada anak kita. Bahkan pada masa tua pun kita masih harus tetap belajar.


Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “ilmu adalah cahaya”. Seperti yang kita tahu, cahaya adalah penerang dalam kegelapan. Begitu juga keadaan kita yang masih belum tahu apa-apa. Jika diibaratkan, saat kita mulai mempelajari sesuatu yang sama sekali tidak kita bisa atau tahu sebelumnya, kita bagai berada dalam sebuah terowongan panjang yang gelap gulita. Saat kita belajar, maka ada seberkas cahaya diujung sana yang menandakan jalan keluar dari terowongan gelap tersebut. Namun, seberkas cahaya saja tidak cukup untuk membantu kita keluar dari terowongan yang gelap. Kita membutuhkan sebuah penunjuk jalan atau arah. Maka dari itu, saya menyebut bahwa ilmu adalah cahaya sekaligus penunjuk arah bagi kita semua.


Seperti yang saya kutip dari Wikipedia, “Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia”.


Secara sadar maupun tidak sadar, kita haus akan ilmu. Kita membutuhkan ilmu untuk bisa melakukan sesuatu. Kita bersekolah pun untuk mendapatkan ilmu. Bukan hanya sekedar untuk mendapat nilai. Di sekolah, misalkan saat guru bertanya kita pun harus punya ilmu dasar untuk menjawab. Walaupun sekolah adalah tempat belajar dan dalam proses pembelajaran kesalahan itu wajar, tapi bukan berarti kita bisa menjawab dengan bebas tanpa tahu ilmu dasarnya. Setelah murid menjawab dan bila jawaban tersebut salah, maka tugas guru adalah mengoreksi. Jika jawaban sudah benar tapi masih kurang lengkap, maka tugas guru pula untuk melengkapi. Proses belajar mengajar di dalam kelas tidak hanya bersumber dari guru. Bisa juga sesama teman saling mengajari. Jadi, ilmu bisa didapat oleh siapa saja.

Sampai saat ini mungkin masih banyak yang bermalas-malasan saat sekolah maupun kuliah. Mereka, dan kadang saya juga berpikir seperti mereka, berpikir bahwa sekolah dan kuliah hanya sebagai formalitas. Karena setelah sekolah dan kuliah, kita dituntut untuk bisa unjuk gigi di dunia kerja. Sedangkan sekarang ini kita semakin sering mendengar kisah sukses seseorang yang tingkat pendidikannya tidak tinggi, atau mungkin tidak lebih tinggi dari kita. Tapi ada satu atau mungkin banyak hal yang mereka, dan kadang juga saya, lupa. Mereka yang sukses mempunyai skill yang kuat. Mungkin skill mereka memang bukan di bidang akademis, tetapi di bidang lain sehingga luput dari pengamatan kita. Mereka juga biasanya mempunyai niat dan usaha yang gigih. Sehingga perpaduan dari ilmu atau skill dan usaha akan menciptakan suatu kesuksesan.


Seperti yang saya bilang tadi, belajar tidak hanya lewat sekolah. Masih banyak hal yang bisa dijadikan sebuah tempat untuk belajar, misalnya adalah pengalaman. Saat kita sukses, kita terus belajar agar dapat mempertahankan kesuksesan. Disaat kita gagal, itu artinya kita harus belajar dan berusaha lebih keras lagi agar apa yang kita inginkan tercapai. Orang kaya harus belajar berbagi kepada sesama. Sedangkan orang yang kurang mampu harus belajar agar berusaha lebih keras lagi untuk bisa mencukupi kebutuhan.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan melapangkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk menghormati penuntut ilmu karena merasa ridha terhadap apa yang mereka perbuat. Orang yang alim pasti akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi, bahkan oleh ikan yang ada di dalam air sekalipun. Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang rajin beribadah (tanpa ilmu) seperti keutamaan bulan purnama apabila dibandingkan dengan semua bintang-bintang. Para ulama itu adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mendapatkan bagian warisan yang sangat banyak.” (HR. Ahmad dan Ash-habu Sunan, lihat Sahihul Jami’, V/302).

Sumber: http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/02/ilmu-adalah-anugerah/



Setelah membaca kutipan diatas, semakin menambah poin plus terhadap ilmu. Orang yang berilmu akan diutamakan oleh Allah SWT. Mereka dimuliakan.

Sesungguhnya ilmu bisa membuat kita hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Karena dengan berilmu, semua permasalahan di dunia bisa kita atasi. Jika semua orang berilmu, mungkin tingkat kejahatan juga akan berkurang. Semua orang pasti menginginkan dirinya sukses di dunia dan mulia di akhirat.


Al-Hasan rahimahullah (wafat th. 110 H) berkata, ”Yang dimaksud kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah, dan kebaikan akhirat adalah Syurga”. Sedangkan Ibnu Wahb (wafat th.197 H) rahimahullah berkata, ”Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata ”Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah syurga”



Perhatikanlah bagaimana para ulama memegang ilmu sebagai sumber kebaikan di dunia,yang dengannya dapat diraih pula kebaikan di akhirat berupa syurga.Karena itu, hal utama yang harus kita lakukan untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah dengan terus menerus mengejar ilmu dengan mengikhlaskan niat karena Allah Ta’ala.Ilmu yang dimaksud adlah ilmu yang bermanfaat.

Imam Ibnu Rajab (wafat th.795 H) rahimahullah mengatakan bahwa ”Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal : Pertama, mengenal Allah Ta’ala dan segala pa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskaan adanya pengagungan, rasa takut,cinta,harap,dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan segala musibah yang Allah Ta’ala berikan.

Kedua, mengetahui segala apa yang dibenci dan dicintai Allah Azza wa Jalla dan menjauhi apa yang dibenci dan dimurkai olehNya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin. Hal ini emengharuskan orang yang mengetahuinya untukbersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan kedua hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat.


Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap dalam hati maka sungguh, hati itu akan tunduk dan meras patuh pada Allah Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit dari keuntungan dunia yang halal.


Rasululah Salallahu Allaihi Wasallam mendoakan orang-orang yang mendengarkan sabda beliau dan memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau bersabda : ”Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadist dari kami, lalu menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun dia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih pada orang yang lebih faham darinya. Ada tiga hal yang tidak dapat dpungkiri hati seorang muslim selama-lamanya: melakukan sesuatu dengan ikhlas karena Allah, menasehati ulul amri (penguasa) dan berpegang teguh pada jama’ah kaum muslimin,karena do’a mereka meliputi orang-orang yang berada dibelakang mereka.



Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya,menjadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang tealah ditetapkan baginya.” (Hadist Shahih diriwayatkan oleh Ahmad (V/183), ad-Darimi(I/75), Ibnu Hibban (no 72,73-Mawarid), Ibnu’Abdil Barr dalam Jaami’Bayaanil’Ilmi wa Fadhlihi(I/175-176,no.184),l afazh hadist ini milik Imam Ahmad dari Abdurrahman bin Aban bin ’Utsman radhiyallahu’anhum)



Israil bin Yunus (wafat th.160 H) rahimahullah mengatakan, ”Barangsiapa menuntut ilmu karena Allah Ta’ala, maka ia mulia dan bahagia di dunia. Dan barangsiapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia merugi di dunia dan akhirat.



Dan diantara doa yang Rasulullah ucapkan adalah : ”Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat,rizki yang halal, dan amal yang diterima.






Saya pernah mendengar seseorang yang mengatakan bahwa kita harus meniru seekor ulat. Mungkin bagi sebagian orang, ulat adalah binatang yang menjijikan. Tapi kita tahu bahwa ulat akan melewati suatu proses yang disebut metamorfosis yang akan mengubah dirinya menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Begitulah seharusnya kita. Hidup itu harus ada perubahan. Jika dulu kita adalah seekor ulat, maka kita harus melalui proses metamorfosis atau proses pembelajaran agar kita bisa menjadi seekor kupu-kupu yang cantik. Jika diibaratkan sebuah komputer, kita harus melakukan upgrade setiap ada update terbaru dari sebuah aplikasi. Gunanya adalah agar bisa merasakan fitur terbaru dari aplikasi tersebut. Kita juga bisa membandingkan antara versi yang baru dengan versi yang lama.



Tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam hidup ini. Karena hidup dan kehidupan terus berjalan. Apa yang menimpa, apa yang terjadi dan apa yang sudah menjadi “bubu”, itu semua pasti ada hikmahnya.

Bahkan dalam Islam sendiri ada sebuh tuntunan yang disampaikan oleh Rosul kita nabi kita Muhammad saw. Dengan hadistnya yang artinya “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)” (HR. Ibnu Majah). Kenapa kita tidak boleh berhenti belajar? dengan belajar kita akan tahu antara yang boleh dan tidak boleh, jadi belajar memang wajib untuk kita.

Setelah kita sekolah dari TK, SD, SMP, SMU, Kuliah. Apakah kita masih perlu belajar? Memang sih sekolah-sekolah formal udah kita laksanakan tapi yang namanya belajarkan bukan cuma yang formal aja. Bahkan untuk makan aja kita mesti belajar. Bagaimana adab orang makan, bagaimana do’a mau makan, bagaimana do’a setelah makan, dan masih banyak lagi.

Itu kalau dalam kehidupan sehari-hari. Kalau dalam bidang bisnis atau kerja, ini sangat wajib untuk terus belajar. Bagaimana teknik berpromosi, bagaimana meningkatkan produksi, bagaimana meningkatkan efisiesi, bagaimana cara ini dan itu. Dan ini harus dilakukan oleh semua tingkatan mulai dari direksi sampai Karyawan (halah… ngomong opo?) hehehe….

Jadi intinya tidak ada kata untuk berhenti belajar.




Dalam satu tandan pisang, tak semua buahnya matang secara serentak. Ada diantaranya yang masih berwarna hijau tua. Maka, sang petani ada kalanya harus menyimpannya kembali beberapa saat menunggu hingga matang semuanya. Pisang yang telah matang dan pisang yang terlambat matang, kelak akan memiliki rasa yang sama yakni memiliki rasa pisang. Meskipun waktu untuk menjadi matang pada pisang berbeda-beda, begitulah kita.. tak mungkin semuanya sama. Ada kalanya menurut ukuran kita, suatu masalah dapat diselesaikan hanya dengan beberapa menit saja. Tapi bagi orang lain belum tentu, ia butuh waktu untuk menyelesaikannya. Bahkan belum sampai pada kesempurnaan. Namun pada akhirnya, hasil yang didapatkan tetap dapat dirasakan.


Dalam hidup ini tak seorang pun sempurna pada bingkai kemampuannya. Karena di antara kita memang tidak sama dan serupa, kita dilahirkan berbeda, hidup di lingkungan berbeda, pada kondisi yang berbeda dan segala hal yang berbeda. Yang mesti diingat adalah bahwa setiap orang memiliki kesamaan keinginan dan memiliki hak yang sama dalam mendapat kesempatan, betapapun itu harus dipergilirkan. Karenanya, percuma saja memperdebatkan suatu ketidaksamaan, perbedaan, dan ketidakcocokan dengan orang lain, karena kita tak akan mendapat titik temu.

Sungguh tak ada yang sempurna di antara kita, maka janganlah rendah diri, semua butuh proses menjadi lebih baik.




Menjadi manusia utuh, disadari atau tidak, menjadi cita-cita kita, manusia. Aristoteles, disamping Plato, filosof Yunani terbesar, menawarkan itu: Jalan untuk menjadi utuh. Barangkali kita ragu apakah seorang pemikir yang hidup 2300 tahun lalu masih dapat menunjukkan suatu jalan bagi kita, manusia abad ke-21. Tetapi Aristoteles, bersama Plato, sampai hari ini menjadi acuan pemikiran para filosof. Pernah, selama seribu tahun, Aristoteles agak dilupakan. Yang menemukannya kembali adalah para filosof Islam, terutama Ibn Rushd (1126-1198), sang bijak dari Cordova. Dari Ibn Rushd, Aristoteles diperkenalkan ke Eropa abad pertengahan dimana Thomas Aquinas (1225-1274) menjadikannya dasar system filosofisnya. Sejak itu Aristoteles dikenal sebagai “sang filosof”. Dan Romo Franz Magnis-Suseno, penulis buku ini, yakin bahwa etika Aristoteles di jaman sekarangpun masih sangat bermanfaat bagi kita.


Aristoteles adalah filosof Yunani pertama yang menulis sebuah “etika”. Tulisan dengan tujuan agar manusia belajar untuk hidup secara bijaksana. Gagasan dasar Aristoteles adalah bahwa manusia hidup dengan bijaksana semakin ia mengembangkan diri secara utuh. Menunjuk jalan bagaimana manusia dapat menjadi utuh itulah maksud Aristoteles. Aristoteles menulis etikanya agar mereka yang membacanya dapat membangun suatu kehidupan yang bermakna dan bahagia. Dan itu dicapai dengan memperlihatkan bagaimana manusia dapat mengembangkan diri, dapat membuat potensi-potensinya menjadi nyata, dan bagaimana karena itu ia menjadi pribadi yang kuat. Menjadi pribadi yang kuat berarti berhasil dalam kehidupan sebagai manusia. Itulah yang membuat kita bahagia dan itulah yang mau ditunjukkan oleh Aristoteles.


Menurut Aristoteles, setiap tindakan manusia pasti memiliki tujuan, sebuah nilai. Ada dua macam tujuan: tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara hanyalah sarana untuk tujuan lebih lanjut. Tujuan akhir adalah tujuan yang tidak kita cari demi tujuan lebih lanjut, melainkan demi dirinya sendiri, tujuan yang kalau tercapai, mestinya tidak ada lagi yang masih diminati selebihnya. Jawaban yang diberikan Aristoteles untuk tujuan akhir ini menjadi sangat berarti dalam sejarah etika selanjutnya, yaitu: Kebahagiaan! Kalau seseorang sudah bahagia, tidak ada yang masih dinginkan selebihnya. Maka pertanyaan kunci adalah: Hidup macam apa yang menghasilkan kebahagiaan?

Dua pengertian paling penting adalah bahwa hidup secara moral membuat manusia bahagia, dan bahwa kebahagiaan tidak diperoleh dengan malas-malas hanya ingin menikmati segala hal enak, melainkan dengan secara aktif mengembangkan diri dalam dimensi yang hakiki bagi manusia. Adalah jasa Aristoteles bahwa ia memperlihatkan bahwa hidup yang bermakna itu justru membuat bahagia.




Setelah disimpulkan mengapa manusia harus belajar?

Manusia perlu terus belajar untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Manusia belajar untuk bertahan hidup dan untuk mengembangkan dirinya.

Manusia dituntut untuk belajar agar ia bisa meletakkan dunia di atas tangannya, bukan meletakkan dirinya di atas dunia. Artinya adalah kita harus bisa menaklukkan dunia. Jangan sampai kita yang ditaklukkan oleh dunia. Kita harus bisa menjadi arsitek bagi kehidupan kita sendiri.

Manusia perlu belajar sebagai rasa syukur kepada Allah SWT karena telah diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia. Jika seorang manusia tidak mau belajar, sama saja seperti makhluk lainnya yang tidak dianugerahi dengan otak yang sempurna seperti kita, misalnya hewan. Manusia juga perlu belajar untuk meninggikan derajatnya di mata Allah SWT.


Manusia perlu belajar agar bisa terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dari saat ini.
Demikianlah tugas ini saya akhiri. Semoga bisa bermanfaat bagi kawan-kawan sekalian dan para pembaca.

Sumber keseluruhan : http://kuliah.ownedbyicha.com

Saturday, October 23, 2010

ILMU, PENGETAHUAN, dan DASAR

Ya baiklah semuanya, kali ini saya akan membahas tentang Ilmu, Pengetahuan, dan Dasar untuk tugas mata kuliah ISD saya
Sebenarnya, apakah itu Ilmu, Pengetahuan, dan Dasar?
Mari kita simak pembahasannya dari beberapa sumber dibawah ini

APA ITU ILMU?
Menurut sumber ILMU ADALAH ANUGERAH
Ilmu adalah salah satu anugerah yang paling agung. Ketika menyebutkan berbagai macam kenikmatan dan karunia yang diberikan-Nya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah ta’ala menjadikan nikmat berupa al-Kitab dan al-Hikmah serta ilmu yang sebelumnya belum beliau ketahui sebagai salah satu karunia yang paling agung. Allah berfirman (yang artinya), ”Dan Allah menurunkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan mengajarkan kepadamu sesuatu yang sebelumnya belum kamu ketahui. Maka karunia Allah atas dirimu itu sangatlah agung” (QS. An-Nisaa’ [4] : 113). (lihat al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 30).
Motivasi untuk menimba ilmu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan melapangkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk menghormati penuntut ilmu karena merasa ridha terhadap apa yang mereka perbuat. Orang yang alim pasti akan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi, bahkan oleh ikan yang ada di dalam air sekalipun. Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang rajin beribadah (tanpa ilmu) seperti keutamaan bulan purnama apabila dibandingkan dengan semua bintang-bintang. Para ulama itu adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mendapatkan bagian warisan yang sangat banyak.” (HR. Ahmad dan Ash-habu Sunan, lihat Sahihul Jami’, V/302).
Besarnya kebutuhan kita kepada ilmu
Kebutuhan manusia kepada ilmu jauh lebih mendesak daripada kebutuhan badan terhadap makanan. Sebab badan hanya membutuhkan makanan dalam sehari sekali atau dua kali saja. Sedangkan kebutuhan manusia terhadap ilmu itu sebanyak bilangan hembusan nafas. Hal itu dikarenakan setiap hembusan nafasnya senantiasa membutuhkan keikutsertaan iman dan hikmah. Kalau pada suatu saat dia kehilangan iman atau hikmah dalam satu tarikan nafas saja, maka sesungguhnya dia telah berada di tepi jurang kehancuran. Padahal tidak ada jalan untuk tetap beriman dan bersikap hikmah kecuali dengan memahami ilmunya. Oleh sebab itu kebutuhan terhadapnya jauh lebih mendesak daripada kebutuhan diri terhadap makanan dan minuman (al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 91)
Ilmu akan menerangi perjalanan hidup manusia
Ilmu adalah sumber kehidupan dan cahaya penerang hidup bagi seorang hamba. Adapun kebodohan, ia adalah sumber kebinasaan dan kegelapan bagi dirinya. Semua kejelekan bersumber dari ketiadaan kehidupan dan cahaya. Dan semua kebaikan sumbernya adalah keberadaan cahaya dan kehidupan. Karena sesungguhnya dengan adanya cahaya akan menyingkap hakekat segala sesuatu dan memperjelas tingkatan-tingkatannya. Dan kehidupan merupakan penentu sifat kesempurnaan, yang dengannya ucapan dan perbuatan bisa berfungsi sebagaimana mestinya (al-‘Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 34)
Ilmu, obat penyakit hati
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya hati itu menghadapi ancaman dua penyakit yang mendatanginya. Apabila kedua penyakit ini berhasil menaklukkannya itulah kebinasaan dan kematiannya. Dua penyakit itu yaitu penyakit syahwat (hawa nafsu) dan syubhat (kerancuan) dua penyakit ini adalah sumber seluruh penyakit yang menimpa manusia kecuali orang-orang yang diselamatkan oleh Allah.” Semua penyakit hati ini muncul akibat kejahilan (kebodohan), dan obatnya adalah ilmu, sebagaimana sabda Nabi dalam hadits tentang orang yang terluka kepalanya dan mengalami junub kemudian para sahabat menyuruh orang itu untuk tetap mandi (besar) sehingga menyebabkan ia mati, beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya! Semoga Allah melaknat mereka, mengapa mereka tidak mau bertanya ketika mereka tidak mengetahui? Sesungguhnya obat ketidaktahuan adalah dengan bertanya.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain).
Penyakit-penyakit hati itu lebih susah untuk disembuhkan daripada penyakit-penyakit fisik. Karena puncak penyakit fisik hanya berakhir dengan kematian bagi si penderita, sedangkan penyakit hati akan menyebabkan kecelakaan abadi pada dirinya. Tidak ada satupun penyembuh bagi jenis penyakit ini kecuali dengan ilmu; oleh sebab itulah Allah menamai Kitab-Nya sebagai Asy Syifaa’ (penyembuh) bagi penyakit yang ada di dalam dada. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Yunus [10] : 57) (al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu)

sedangkan menurut WIKIPEDIA, ILMU adalah..
lmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia [1]. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya[2].
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Bagaimana? Sudah cukup jelas kan apa itu Ilmu. Setelah membahas Ilmu, sekarang kita bahas apa itu sebenarnya PENGETAHUAN.

APA SIH PENGETAHUAN?

Menurut WIKIPEDIA
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
  1. Pendidikan
Pendidikan” adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
  1. Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
  1. Keterpaparan informasi
pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi.
Referensi
Meliono, Irmayanti, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.


Sekarang, kita akan membahas apa itu Dasar?
Untuk kata Dasar ini, sepertinya saya akan menggunakan pendapat saya sendiri, kenapa? Karena di google tidak ada yang mambahas tentang “dasar”, jadi maaf-maaf saja kalau pendapat saya ini kurang bagus atau anda semua tidak setuju dengan pendapat saya.
Baiklah, menurut saya kata “dasar” itu mempunyai arti. Arti yang sangat singkat, yaitu suatu tingkatan yang paling rendah atau paling bawah. Tingkatan yang paling rendah atau paling bawah itu saya sebut dengan kata “dasar”. Begitulah saya berpendapat terhadap kata “dasar”.


KESIMPULAN
mempelajari atau mencari ilmu itu janganlah dijadikan sebagai sebuah beban. Karena ilmu adalah cahaya yang bisa menerangi hidup kita, sehingga kita bisa tau arah dan tujuan dalam menjalani hidup ini. Serta dengan ilmu, kita juga jadi bisa lebih mudah dalam membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk dari apa yang ada di sekeliling kita.
Selain itu, saat kita ingin mempelajari ilmu sama halnya seperti ketika kita ingin melihat bintang sebagai sumber cahaya, di langit. Sebaiknya kita mempelajari ilmu dengan pikiran yang terbuka, dan mengeyampingkan pikiran-pikiran lain yang mungkin bisa menggangu kita dalam mempelajarinya.  Dan kita juga harus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa fokus dalam mempelajari ilmu yang ingin kita dapatkan tersebut.
Jadi inti dari segala inti tulisan kali ini yaitu, ternyata kata Ilmu, Pengetahuan, dan Dasar memiliki keserasian. Sehingga ketiga kata tersebut di susun menjadi suatu kalimat, yaitu Ilmu Pengetahuan Dasar.

 

‏​‏​ ‏​‏ © All Rights Reserved | Something Baby: Design and Illustration by Emila Yusof